Kenikmatanku Kenikmatanmu Juga

Aku tinggal di sebuah cluster kecil dengan jumlah rumah yang tidak terlalu banyak. Secara umum kami hidup individual dan cuek dengan tetangga kami. Aku tinggal sendiri dengan ditemani oleh seorang pembantu.
Aku yang menggeluti jasa desain grafis sebenarnya sering bekerja dari rumah, namun aku biasanya sibuk di depan komputer sehingga tidak punya waktu juga untuk bergaul dengan tetangga.
Namun ketukan pintu di rumahku di suatu sore mengubah kecuekanku dengan tetangga.
“Maaf Mas Danang, saya boleh minta tolong?”, Pak Dodi tetanggaku di sebelah kanan tampak memiliki isu penting yang ingin dibicarakan denganku. Aku selama ini hanya tahu namanya Dodi dan tinggal berdua dengan istrinya di rumah sebelah. Hal lainnya aku tidak tahu.
Singkat cerita, dari pembicaraannya, Pak Dodi yang berprofesi sebagai seorang manajer hotel itu bercerita tentang tawaran pindah kerja di sebuah Hotel terkenal di Hongkong, tentu dengan gaji yang jauh lebih tinggi. Pak Dodi pun tergoda untuk melamar dan ternyata dia diterima. Masalahnya adalah isterinya kini sedang hamil 4 bulan dan mereka ternyata perantau dari Kalimantan sehingga tidak punya sanak famili di Jakarta. Hanya seorang pembantu rumah tangga lah yang akan menemani isterinya jika Pak Dodi jadi pergi ke Hongkong. Kedatangannya sore itu adalah permohonan bantuannya agar aku bisa sewaktu-waktu memberikan bantuan bila diperlukan. Rupanya Pak Dodi mendapat info dari pembantunya bahwa aku sering bekerja dari rumah saja sehingga punya waktu yang lebih banyak di lingkungan rumah dibandingkan tetangga lainnya. 
Aku sih Ok saja dan memberikan nomor HP ku pada Pak Dodi agar disimpan oleh isterinya dan sewaktu2x bisa menghubungiku jika dibutuhkan. Dua hari setelah perbincangan itu, Pak Dodi pergi ke Hongkong. Aku sendiri tidak tahu persis kapan perginya, hanya dari sms dia menyampaikan informasi itu dan mengulangi permohonan bantuannya.
Seminggu berlalu, aku masih seperti biasa, cuek saja. Namun malam itu, jam 10 malam aku dikejutkan oleh bunyi HP ku, rupanya dari Pak Dodi. Dia bercerita bahwa isterinya mengalami pendarahan dan memohon bantuanku untuk mengantarnya ke dokter malam itu juga.
Sial, pikirku, kena juga deh. Aku segera berganti pakaian dan berjalan ke rumah Pak Dodi. Benar saja, isterinya sudah siap untuk ke dokter dengan ditemani oleh pembantunya. Aku pun segera membantu isteri Pak Dodi ke mobilku dan kami bertiga berangkat ke RS yang tak jauh dari rumah.
Dalam perjalanan itulah aku baru sadar bahwa isteri Pak Dodi jauh lebih muda dari suaminya dan wajahnya menurutku cukup sensual, terutama bibirnya yang agak besar seperti bibir Angelina Jolie atau bibir Titi DJ. Hal lain yang membuatku terpesona adalah bongkahan pantatnya yang tampak olehku ketika mengantarnya masuk ke mobilku. Pantatnya begitu membusung ke belakang sehingga membuat roknya seperti terangkat ke atas. 
Pada saat mendaftar di RS, aku baru tahu namanya adalah Shella dan usianya 32 tahun, lebih tua dua tahun dari usiaku. Usia kandungan Shella kini memasuki 5 bulan.
Kami tidak berbicara banyak karena Shella tampak menahan sakit dan akhirnya masuk ke ruang periksa ditemani oleh pembantunya, sementara aku menunggu di luar.
Ketika keluar dari ruang periksa, aku mendapat informasi bahwa kandungan Shella agak bermasalah, namun masih dalam kendali medis. Shella disarankan untuk rawat inap demi memulihkan kondisi kandungannya. Shella tampak cukup tenang dan menelpon suaminya.
Sadar bahwa Shella tidak bisa terlalu banyak beraktivitas, akhirnya akulah yang mengurus administrasi rawat inap itu sehingga Shella dapat sebuah kamar VIP dan siap untuk masuk. Sayangnya Shella belum menyiapkan perlengkapan untuk menginap sehingga aku mengantar pembantunya pulang ke rumah untuk mengambil perlengkapan dan kembali lagi ke RS.
Shella yang sudah terbaring di tempat tidur RS tampak sangat berterima kasih padaku dan dia semakin terbuka dengan meminta nomor HPku dan memberikan nomor HP-nya. Setelah itu aku pulang ke rumah sekitar pukul 2 pagi.
Dua hari Shella rawat inap dan aku setiap pagi menjemput pembantunya dari RS untuk membawa pakaian kotor dan kembali lagi membawa yang bersih. Namun di hari ketiga, entah kenapa sang pembantu meminta tolong padaku agar aku saja yang kembali ke RS membawa pakaian bersih, alasannya dia disuruh Shella untuk memasak makanan yang disukainya. Aku sih percaya saja dan kemudian ke RS membawa tas berisi pakaian bersih untuk Shella. Saat di parkiran RS, muncul ideku untuk melihat isi tas itu. Seperti harapanku, aku menemukan dua pasang pakaian dalam Shella di dalam tas, satu pasang berwarna hitam dan pasangan lainnya berwarna merah marun. Melihat ukuran celana dalamnya, aku semakin yakin akan kebesaran pantat Shella. Sementara pada bra-nya tertulis ukurannya adalah 36 D, wah... brutal juga susunya Shella nih, pikirku sambil membayangkan buah dada besar milik Shella. Mulai saat itulah terbersit pikiran kotorku untuk “ngelaba” Shella yang ditinggal suaminya ke Hongkong itu.
Tapi niatku agak tertunda hari itu karena ternyata Shella kaget mendengar bahwa pembantunya tidak ikut karena disuruh olehnya memasak. Dia mengatakan tidak menyuruh pembantunya untuk memasak. Kami pun curiga, dan ternyata ketika Shella berupaya menelpon pembantunya tidak bisa karena HP pembantunya tidak aktif. Aku yang merasa diperbodoh segera meluncur pulang dan dugaan kami benar, pembantu Shella sudah meninggalkan rumah, tentu dengan membawa perhiasan dan barang berharga lainnya. Aku hanya bisa gigit jari dan melaporkannya kepada satpam komplek.
Shella begitu shock mendengar berita itu dan itu berdampak pada kandungannya sehingga ia mengalami pendarahan lagi dan dilarikan ke ruang tindakan. Aku yang merasa bersalah memilih untuk tinggal di RS sampai mendengar kabar dari dokter.
Lima jam kemudian dokter menyatakan bahwa Shella sudah pulih dan bisa ditengok di kamarnya. Aku masuk ke kamar Shella dan melihat wanita itu sudah tampak lebih tenang. Aku bercerita mengenai hal2x baik saja agar wanita itu tetap tenang, bahkan aku berjanji untuk menugaskan pembantuku di RS mendampinginya. 
“Mas Danang baik sekali... terima kasih banyak ya Mas”, ucapnya dengan wajah tulus yang membuatku tersentuh dan timbul rasa sayang padanya.
Akupun menemaninya mengobrol dan bercanda sampai dua jam yang membuat kami semakin akrab dan menghilangkan kecanggunggan di antara kami. Bahkan Shella dengan ringannya meminta aku memapahnya ke kamar mandi untuk pipis. Awalnya aku murni memapahnya dengan rasa kemanusiaan, namun ketika Shella di dalam kamar mandi memintaku untuk mengambilkan pakaian dalam dari tas, muncul gairah kejantananku.
Dengan gemetar aku menyodorkan CD dan bra warna hitam kepada Shella dari balik pintu kamar mandi yang terbuka sedikit. Di kamar itu hanya ada kami berdua, aku bisa saja dengan nakal membuka lebar pintu kamar mandi itu untuk melihat tubuh telanjang atau setidaknya semi telanjang dari Shella yang bahenol. Namun aku cukup kuat menahan ide kotor itu dan menyampaikan sepasang underwear itu ke Shella tanpa mengintip ke dalam kamar mandi.
Namun kebaikanku berbuah manis, tiba-tiba Shella memanggilku dari dalam kamar mandi.
“Mas... Mas Danang... bisa bantuin enggak?”, tanyanya.
“Iya Mbak, bantuin apa?”, tanyaku dari depan pintu kamar mandi dengan jantung berdegup.
“Hmm... ini... saya kan megang botol infus, jadi... eh... enggak bisa buka baju. Jadi tolong pegangain botol infusnya”.
Aku seperti mendapat durian runtuh dan tanpa berpikir panjang, aku membuka pintuk kamar mandi dan mendapati Shella tengah berdiri dengan satu tangan berpegangan pada besi di tembok dan tangan lainnya memegang botol infus. Sepasang underwear hitam yang baru saja kuberikan dipegang bersama2x botol infus itu.
Aku menyodorkan tangan mengambil botol infus dan kemudian bercanda:
“Saya tutup mata atau enggak nih Mbak? Hi3x...”
“Terserah... aku udah gak mau mikir macam2x... silahkan lihat kalau mau...”, Shella menjawab sambil memandangku dengan tatapan sayang.
“Lagian body udah bengkak2x gini... Mas Danang juga pasti ogah lihatnya”, katanya seraya membuka baju rumah sakitnya dan dengan tanpa malu memperlihatkan tubuhnya yang tidak terbalut pakaian dalam lagi di baliknya, alias bugil.
Aku terbelalak dan menganga sejenak melihat Shella mempertontonkan tubuhnya yang buncit di perut, buah dada sebesar pepaya dengan aerola dan puting yang besar dan berwarna coklat tua. Sementara di bagian bawah perut buncitnya jelas kulihat rimbun rambut kemaluan Shella yang menutupi liang surgawinya.
“Wow... indah sekali Mbak..” seruku memuji.
“Ihh...”, Shella tampaj jengah melihat tatapan nanarku dan berusaha membalikkan badannya. Namun gerakan itu membuatnya hilang keseimbangan dan nyaris jatuh jikalau aku tidak segera menangkap dan memeluknya dari belakang.
Entah kenapa, kami tiba2x terdiam ketika tubuh Shella yang nyaris bugil itu berada dalam pelukanku. Pantatnya yang besar jelas terasa menyentuh batang penis yang sudah mengeras di balik celanaku. Tanganku melingkari tubuhnya tepat di atas perut buncitnya dan buah dadanya yang sebesar pepaya itu. Bahkan sebagian tanganku bersentuhan dengan bagian bawah buah dada itu.
Waktu seakan berhenti, kurasakan kepala Shella sengaja menyandar padaku dan tubuh bahenolnya seakan dilepas sepenuhnya dalam pelukanku. Aku menyadari betul kepasrahan Shella dan jiwa lelakiku menjawabnya.
“Mbak... Mbak masih lemah...ayo ke tempat tidur saja... ganti bajunya di tempat tidur saja biar mudah”, kataku separuh sayang separuh nafsu.
Shella hanya mengangguk dan mempasrahkan tubuh bahenolnya yang berbalut pakaian rumah sakit yang sebernarnya sudah terbuka dalam pelukanku.
Sampai di tempat tidur Shella duduk di tepi, tetap terdiam dan hanya memejamkan matanya.
Aku meraih celana dalam dan bra hitam yang dipegangnya dan dengan baik hati berlutut di hadapan Shella sambil memasukkan celana dalam ke dua kakinya. Ingin rasanya aku melempar celana dalam itu dan membuka dua kakinya agar terlihat bukit dan liang surgawi di antara dua pahanya.
Tapi rasa sayangku yang mulai bersemi pada Shella, ister Pak Dodi tetanggaku itu, mengalahkan birahiku. Perlahan celana dalam itu menaiki kaki, betis, lutut dan paha Shella dan kemudian menutup bukit kemaluannya yang berbulu rimbun itu. Memang aku tidak sempat melihat bibir kemaluannya, namun aku berhasil meraba dan meremas pantatnya yang bahenol ketika menarik celana dalam itu ke atas. Sentuhan pada pantat bahenol itulah yang membuat birahiku berkobar lebih besar dan berdampak pada tugasku berikutnya, yaitu memasang bra.
Ketika aku menurunkan baju rumah sakit dari pundaknya, mata Shella masih terpejam dan nafasnya terdengar makin cepat. Bibirnya yang sensual itu perlahan membuka dan lidahnya keluar membasahi bibir itu. Aku yang bukan lelaki hijau sadar bertul kode ingin dikecup dari Shella dan aku pun menjawabnya. Kusodorkan wajahku medekati wajah Shella dan benar saja, wanita itu segera menerkan bibirku dan melumatnya.
“Slup... ehmmm...crup...enghhh”, dengan liar Shella melumat bibirku dengan bibir sensualnya. Matanya masih terpejam seakan tidak ingin sadar bahwa lelaki yang sedang digumulnya ini bukanlah suaminya. Akupun tak tinggal diam, tanganku segera menjamah buah pepaya kembar yang menjuntai di dadanya. Awalnya hanya kubelai-belai, kemudian aku remas-remas pelan dan akhirnya kuremas kencang sambil sesekali memilin puting susunya yang besar.
“Oghh....”, Shella menjerit kecil ketika putingnya kupilin dan kutarik-tarik. Matanya kini sudah tak terpejam dan menebarkan sinar birahi yang berapi-api. Bibirnya masih terus berusaha melumat bibirku, namun ia menghentikannya ketika aku melirik putingnya sebagai kode bahwa aku ingin menikmati susunya.
“Ohhh... mudah2xan belum keluar susunya ya Mas...ohhhh enak sekali Mas...”, Shella menjerit dan menggelinjang keenakan dengan hisapan dan kulumanku pada putingnya yang besar dan agak menghitam itu. Seperti dugaan Shella, hisapanku yang kuat ternyata membuat butiran-butiran cairan putih keluar dari pori-pori putingnya. Aku yang terbakar birahi justru dengan liar menjilati air susu Shella. Rasanya agak pahit bercampur asam, namun tetap nikmat....
Shella yang juga terbakar birahi dengan susah payah mencoba memeloroti celana dalam yang baru saja aku pakaikan untuknya. Aku dengan suka cita membantunya dan sekejap saja celana dalam itu sudah tergolek di lantai.
Tanpa dikomandoi, Shella membuka kedua pahanya lebar-lebar sehingga akhirnya terkuak bibir kemaluannya yang ternyata sudah tampak berkilat basah di antara kerimbunan bulu jembutnya.
Aku berniat membenamkan wajahku untuk menjiliati bibir surgawi itu, namun Shella menahan kepalaku.
“Jangan dijiliat Mas.... aku takut memek ku kotor.. .”, serunya,” kalau mau... langsung masukkan aja kontol Mas Danang..”
Aku menurutinya dan dengan segera membuka celanaku sampai penisku yang sudah keras mengacung ke arah selangkangan Shella.
Shella menggenggam penisku dan menempelkan serta mengusap-usap kepalanya ke bibir memeknya yang sudah basah dan akhirnya menunjukkan lubangnya yang hangat.
Dengan penuh nafsu aku memasukkan kepala penisku pada lubang vagina hangat milik Shella. Meskipun memenuhi dinding vaginanya, penisku masuk dengan leluasa karena vagina Shella sudah basah oleh cairan pelumasnya.
Setelah penisku habis terbenam, kutarik keluar kembali, kugesek2x lagi di klitorisnya dan kemudian masuk lagi. Tak sampai sepuluh kali aku melakukan itu, Shella menjerit keras.
“Ogghhh... Masss.... Shellaa....puasss... yesss....”, badannya melejat-lejat sesuai irama pijatan vaginanya pada penisku.
Akupun mempercepat kocokanku... sambil meremas pantatnya aku berusaha mencapai orgasme juga karena takut kalau ada suster yang masuk ke kamar.
“Ayo Mas... kocok yang kenceng... semprot memek Shella... semprot yang banyak...”, pinta Shella.
Itulah indahnya ML dengan binor yang hamil... tak ada pantangan menyemprotkan sperma ke dalam memeknya. Dan aku pun melakukannya... lima kali lejatan penisku menyemprotkan sperma ke dalam vaginanya. Saking banyaknya mani yang kusemprotkan, ketika penis kutarik keluar, sebagian spermaku berceceran di atas jembutnya yang rimbun dan bahkan ada yang menetes dari liang vaginanya dan jatuh di atas kasur.
Kami menyudahi permainan tabu antar tetangga itu dengan pelukan dan kecupan sayang, sebelum akhirnya aku membantunya melap tubuhnya dengan handuk basah dan mengenakan pakaian lengkap.
Tak lama setelah itu baru suster masuk untuk melihat kondisi Shella yang tampak semeringah dan ceria.
“Wah... syukur... kelihatannya sudah jauh membaik nih Bu...”, seru suster setelah mengecek tensi Shella. Untung dia tidak mengecek vagina Shella yang pasti masih menyimpan maniku.
Hari itu menjadi indah buat kami. Meskipun Shella baru saja ditipu pembantunya, namun kasih sayangku padanya telah membuat senyum selalu menghiasi wajah sensualnya. Akupun dengan sukarela menemaninya sampai pagi. Aku tidak hanya menyuapinya makan, bahkan di pagi hari memandikannya.
“Mas... mandiin Shella ya...”, begitu pintanya manja. Aku dengan suka cita mengantarnya ke kamar mandi dan berdua telanjang bersama2x. Melihat tubuh montoknya, aku langsung konak dan kamipun melakukannya lagi di kamar mandi. Karena posisi agak sulit, Shella tidak bisa orgasme, namun aku kembali menyemprotkan maniku ke vaginanya. Puas rasanya menyetubuhi binor hamil yang montok ini.
Siang itu juga Shella sudah boleh kembali ke rumah. Sesuai janjiku, pembantuku kutugaskan sementara di rumah Shella, namun kalau sore pembantuku harus pulang ke rumahku karena aku yang akan ke rumah Shella. Hampir tiap malam kami melakukan ML. Bahkan kini dengan santai dilakukannya setelah menelpon suaminya. 
Pada usia kehamilan 7 bulan, Shella mengatakan bahwa libidonya menurun, namun kalau aku mau ML, dia tetap menyerahkan tubuhnya untukku. Aku yang sudah kecanduan tubuh montok Shella tetap melakukan penetrasi, bahkan sampai dua minggu sebelum kelahiran bayinya. Seminggu sebelum kelahiran, keluarga Shella dari Kalimantan datang dan akupun menghentikan semua kisah kasih dan birahi dengan binor hamil tetanggaku itu.
Kenikmatanku Kenikmatanmu Juga | ..... | 5

1 komentar: